Saat Desa Menjadi Panggung Budaya, Jowo Line Dance Rayakan HUT ke-3
Reporter
Riski Wijaya
Editor
Dede Nana
20 - Dec - 2025, 05:33
JATIMTIMES - Upaya pelestarian budaya Jawa di Kabupaten Malang terus menemukan denyutnya di tingkat desa. Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, kembali menegaskan perannya sebagai ruang hidup kebudayaan dengan memfasilitasi perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-3 Komunitas Jowo Line Dance (JLD) di Pendopo Joglo Mangliawan.
Pendopo yang dikelola Lembaga Adat Desa Mangliawan itu menjadi saksi kolaborasi lintas komunitas seni dan budaya. Tak sekadar perayaan ulang tahun, agenda tersebut menjelma menjadi panggung kebudayaan Jawa yang memadukan tari tradisi, tembang, busana adat, hingga ritus simbolik sarat makna.
Baca Juga : Rekomendasi Drakor untuk Akhir Pekan di Ujung 2025, Cocok Ditonton saat Liburan
Desa Mangliawan sendiri dikenal sebagai kawasan yang lekat dengan nilai adat dan budaya, salah satunya melalui keberadaan Pemandian Wendit yang selama ini menjadi sumber patirtan penting dalam berbagai upacara adat. Penguatan lembaga adat dan pemanfaatan ruang budaya desa pun terus dilakukan sebagai bagian dari upaya menjaga warisan leluhur.
Rangkaian acara dibuka dengan alunan keroncong dari Nanda, penyanyi asal Kayutangan, sebelum dilanjutkan dengan Tari Topeng Grebeg Jowo dari Kampung Budaya Polowijen. Tarian tersebut menjadi pembuka yang merepresentasikan kekayaan spiritual dan tradisi Malang Raya, sekaligus warisan budaya tak benda Indonesia.
Sejumlah tokoh budaya turut hadir dan memberikan sambutan, di antaranya Pemangku Komunitas Budaya Jowo Line Dance Ki Rinto Syamsuryono, Pemangku Adat Desa Mangliawan Wandi Iswanto, budayawan Kota Malang Ki Demang, serta Ketua Presidium Dewan Kesenian Jawa Timur Ki Suroso. Mereka sepakat menegaskan pentingnya komunitas seni sebagai ruang kebersamaan lintas generasi sekaligus garda depan pelestarian budaya Jawa.
Sebagai ungkapan rasa syukur atas perjalanan tiga tahun JLD, prosesi ujub umbul donga, pemotongan tumpeng, hingga pelepasan burung dara dilakukan. Prosesi tersebut menjadi simbol doa, harapan, dan kebebasan berkarya dalam menjaga harmoni kehidupan dan kebudayaan.
Ki Suroso mengaku haru dan bangga melihat Jowo Line Dance mampu menjadi simpul pemersatu para pelestari budaya. Ia juga menyoroti pentingnya pemanfaatan ruang-ruang budaya desa seperti Pendopo Joglo Mangliawan.
“Jika tempat seperti ini rutin digunakan untuk kegiatan seni dan budaya, saya yakin akan tumbuh, maju, dan hidup,” ujar Ki Suroso.
Puncak acara berlangsung semarak dengan beragam penampilan seni. Mulai dari Tari Gambyong Bule Kecil dan Tari Kelono Sewandono dari Sanggar Citra Natya Budaya, Tari Pesisir dari Sanggar Sekar Aum Singosari, hingga Tari Gandrung dari Sanggar Tidar Karangbesuki. Alunan tembang Jawa dari anak-anak Miben Voice turut menghidupkan suasana, disusul penampilan Menari Arimbi dari Jowo Line Dance.
Baca Juga : Dosen Unikama Tegaskan Peran Ibu sebagai Poros Pendidikan Anak Usia Dini
Tak hanya seni pertunjukan, pelestarian busana Jawa juga mendapat ruang melalui fashion show dan nyanyi bersama Komunitas Perempuan Konde dan Kebaya, serta penampilan dari Srikandi Jowo Line Dance.
Ketua Perempuan Kebaya dan Konde Malang, Ike Damayanti, mengaku bangga dapat terlibat dalam perayaan tersebut. Menurutnya, Jowo Line Dance konsisten menghidupkan kembali kebaya dan tembang Jawa sebagai bagian dari identitas budaya.
“Kami hadir untuk mendukung Jowo Line Dance karena komunitas ini kuat dalam pelestarian busana kebaya dan tembang Jawa. Ini komunitas yang menghibur sekaligus menghidupkan kembali lagu-lagu Jawa lama,” tandas Ike.
Perayaan HUT ke-3 Jowo Line Dance menjadi penanda bahwa komunitas ini tidak hanya berkembang sebagai seni pertunjukan, tetapi juga berperan aktif merawat budaya Jawa melalui ekspresi kreatif yang inklusif, membumi, dan berakar kuat di ruang-ruang budaya desa.
