Beli Rumah tapi Status Tanahnya Hak Guna Bangunan, Bahayakah? Ini Penjelasan Notaris

Reporter

Binti Nikmatur

Editor

Yunan Helmy

13 - Nov - 2025, 01:54

Kolase foto ilustrasi SHGB (kiri) dan SHM (kanan). (Foto: laman Rumah123)

JATIMTIMES - Banyak masyarakat yang masih bingung ketika membeli rumah dari developer namun sertifikat tanahnya bukan hak milik (SHM), melainkan hak guna bangunan (HGB). Lalu, apakah hal itu berbahaya dan merugikan pembeli?

Notaris Ni Putu Nena BP Rachmadi SH MKn menjelaskan bahwa kondisi tersebut sebenarnya wajar. Menurut dia, status tanah yang dikembangkan oleh perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT) memang tidak bisa menggunakan sertifikat hak milik.

Baca Juga : Siswa SD Negeri di Jombang Belajar di Parkiran Sekolah gegara Kelas Rusak

“Bu, kenapa ya kalau misalnya saya beli tanah dari developer, itu kok status tanahnya hak guna bangunan? Bahaya nggak ya, Bu?” tanya seseorang dalam sebuah video yang diunggah oleh Nena, dikutip Instagram pribadinya @nena.ngobrolhukum, Kamis (13/11). 

Menjawab pertanyaan itu, Nena mengatakan bahwa mayoritas developer yang berbentuk PT memang hanya boleh memiliki tanah dengan sertifikat hak guna bangunan (HGB). 

“Sebenarnya gini loh, kalau misalnya developer itu kan biasanya berbentuk PT ya. Nah, untuk PT sendiri memang nggak boleh punya tanah sertifikat hak milik. Harus hak guna bangunan.” jelasnya. 

Namun, lanjut Nena, masyarakat yang sudah membeli tanah dari developer dan berstatus WNI bisa mengubah sertifikat tanah tersebut menjadi Hak Milik.

“Nah, tapi kalau kalian sekarang udah beli nih tanah dari developer dan kalian WNI gitu, itu bisa banget untuk mengajukan sertifikat hak milik ya. Kalian lakukan pengurusan peningkatan hak di kantor badan pertanah nasional setempat ya.” katanya.

Nena juga menegaskan bahwa salah satu syarat penting untuk mengubah HGB menjadi SHM adalah kepemilikan IMB atau yang sekarang disebut persetujuan bangunan gedung (PBG).

“Salah satu syarat untuk mengurus SHM ini adalah harus ada IMB, izin mendirikan bangunan atau PBG ya, persetujuan bangunan gedung, karena itu adalah syaratnya. Jadi, siapkan dulu baru urus SHM-nya,” tambahnya.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, IMB resmi diganti menjadi PBG. Pergantian istilah ini bertujuan menyederhanakan prosedur perizinan sekaligus menyesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang lebih modern.

PBG diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pengaturan Gedung. Dalam aturan itu dijelaskan bahwa PBG adalah izin yang diberikan kepada pemilik bangunan untuk membangun, memperluas, mengubah, atau merawat bangunan sesuai standar teknis.

Mengutip portal Indonesia.go.id, penerbitan PBG memperhatikan berbagai aspek mulai dari kompleksitas bangunan, tingkat risiko kebakaran, lokasi, hingga ketinggian gedung. Jika data tersebut tidak dilengkapi, pemilik bangunan dapat dikenai sanksi sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 PP No. 16/2021.

Baca Juga : Tunjangan Profesi Guru Cair November 2025, Begini Cara Mengeceknya Lewat Info GTK

Berdasarkan laman resmi Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) Kementerian PUPR, PBG berfungsi untuk:
• Mencatat data dan rencana bangunan.
• Menjamin legalitas pembangunan.
• Memastikan bangunan memenuhi standar keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan bagi pengguna.
Proses pembuatan PBG relatif cepat. Jika berkas lengkap, penerbitan izin bisa selesai dalam waktu 2 hingga 45 hari kerja.

Langkah pengajuan dapat dilakukan secara online melalui situs https://simbg.pu.go.id. Pemohon perlu membuat akun, mengunggah dokumen, mengikuti konsultasi dengan Tim Profesi Ahli (TPA), hingga membayar retribusi daerah sebelum izin resmi diterbitkan.

Untuk rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) membebaskan biaya PBG alias gratis.

Pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dapat mengubah statusnya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). Keuntungan SHM antara lain bersifat turun-temurun, tidak memiliki batas waktu, serta menjadi bukti kepemilikan tertinggi di Indonesia. Sebaliknya, HGB memiliki masa berlaku terbatas, maksimal 30 tahun dan bisa diperpanjang hingga 20 tahun.

Proses pengubahan HGB menjadi SHM bisa dilakukan di Kantor Pertanahan setempat dengan melengkapi sejumlah persyaratan seperti KTP, KK, sertifikat HGB, bukti bayar PBB, surat kuasa (jika diperlukan), hingga IMB atau PBG.

Cara Mengurus dan Biaya HGB ke SHM

Mengurus perubahan HGB menjadi SHM dapat dilakukan secara mandiri. Prosesnya meliputi pengajuan berkas ke Kantor Pertanahan, pemeriksaan lapangan, pembayaran biaya pendaftaran, hingga penerbitan sertifikat baru.

Lama waktu penyelesaiannya sekitar lima hari kerja. Biayanya pun cukup terjangkau. Dalam Peraturan Pemerintah 128 tahun 2015 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di Kementerian ATR/BPN biaya perubahan HGB menjadi SHM hanya Rp 50.000.

Biaya tersebut berlaku untuk rumah tinggal maksimal 600 meter persegi atau ruko dengan luas maksimal 120 meter persegi. Masyarakat juga diimbau melapor jika menemukan adanya pungutan liar (pungli) dalam proses tersebut.